Saya sangat lupa nama pantai tersebut. Pantai itu ada di Lombok Tengah. Pantai itu saya lihat sebagai keindahan yang Kamu pancarkan.
“Mengapa kamu rela
menulis? Padahal tidak ada yang membayarmu untuk itu.” Amang bertanya kepada
dirinya.
Tiba-tiba Amang yang lain menjawab. “Menulis itu bukan
tujuannya dijadikan profesi. Kalau menulis dijadikan profesi, maka kemungkinan
besar yang saya tulis tidak dapat dipercaya dan hanya menjadi sampah.”
“Terus untuk apa?”
“Menulis itu untuk memberikan orang lain cara berpikir, membuka wawasannya, kalau kata orang soleh tujuannya bisa ibadah, bentuk pengabdiannya. Tapi aku melihat bahwa menulis itu untuk mengabdikan diri dan mengabadikan diri.”
“Apa kamu tidak mau menjadi penulis terkenal, bisa
jalan-jalan kemana-mana, bisa memberikan seminar cara menulis yang baik.”
“Aku bukan yang itu. Aku adalah pada diri yang mengabdi
dan abdi. Bukan untuk mempopulerkan diri, lebih baik saya mempopulerkan orang
lain. Kalau menulis untuk tujuan mencari kepopuleran aku akan berhenti menulis.
Buat apa menulis kalau tujuan saya agar terkenal, tapi tak memberi manfaat.
Tujuan saya menulis ya untuk berbagi kemanfaatan, atau bisa yang paling tinggi
adalah aku bercita-cita dimanfaatkan oleh yang punya ilmu.”[]