Engkau itu kok nyindirnya mesra Tuhan. Engkau begitu baik menyindirku Tuhan. Tanpa menyakiti, tapi cara Mu menyenangkanku. Engkau memang Yang Maha Menyenangkan, Yang Maha Mesra, Engkau Yang Maha Baik. Aku ingin mengikuti cara Mu.
Mukyun berpuisi dalam remrem (pakai vocal kembang). Ia menikmati setiap penggalan
kalimatnya. Duduk dengan beralaskan tikar berwarna biru yang ia sangat sukai.
“Kamu kenapa Yuk.” Segi datang menghampiri Mukyun.
Mukyun bercerita dengan nada ingin menyenangkan
sahabatnya. “Hari ini aku menemukan peristiwa yang membuatku malu sekaligus
senang.”
“Malunya dimana? Senangnya dimana?”
“Malunya, kamu mendengarkan ku berpuisi. Senangnya ketika
Tuhan menyindirku. Tadi siang saat aku sholat Dzuhur di Masjid seorang
bapak-bapak melantunkan sholawat dengan suara yang ikhlas, enak banget didengar. Karena itu aku merasa
di sindir sama Tuhan. Mukyun kamu kok gak sholawatan.
Isya’ tadi seorang pemuda seumaranku, wah sholatnya dia
sangat khusyuk. Pemuda itu meneteskan air mata keikhlasan di hadapan Tuhan.
Walaupun saat itu Tuhan tidak terlihat di hadapannya. Tapi pasti si pemuda itu
sangat merasakan kehadiran Tuhan di hadapannya. Eh terus membatin semoga orang
disampingku ini diampuni segala dosanya, disucikan dirinya, disucikan hatinya.”
“Semoga kamu bisa seperti mereka ya Yuk.”
“Oke Segi.”[]
Yogya,
15 Januari 2018