Senin, 22 Januari 2018

Aku Lacurkan Istriku

KAMARUDIN
            
Kemashuran tubuh istriku, keindahan tubuhnya, keindahan pegunungannya, cantiknya pemandangan pada wajahnya. Membuat orang lain tergoda untuk menikmati istriku. Orang-orang datang kepadaku berusaha menawarku untuk mempelacur istriku. Dihadapkan bermilyaran uang di depan mataku.
            Tentu uang ini akan menguntungkanku, akan membuat aku menjadi orang yang sangat terpandang. Aku bisa membangun rumah bahkan istana, orang-orang akan menghormatiku dan menjadikan aku sebagai kebanggaan mereka. Karena aku akan begitu mudah menyogok mereka dengan uang yang aku punya.
            Biarkan istriku yang bekerja bagiku. Biarkan ia dieksploitasi keindahan tubuhnya, keindahan pegunungannya, dan cantiknya pemandangan pada wajahnya yang menggoda orang lain untuk menikmatinya.
            Anak-anakku berontak memintaku menghentikan perbuatanku. Tapi aku tidak peduli, toh ini juga untuk mereka. Kesejahteraan perut mereka, kemapanan baju mereka, kemilauan sepatu emas dan perhiasan yang melekat pada dirinya. Biarkan baju ibumu saja yang dibuka oleh mereka yang memberikan kita uang berlimpah-limpah.
            Anak-anakku berkata. “Kita tidak lagi punya harga diri. Ibu kita dijual harga dirinya, sedang ayah kita bersenang-senang akan hal itu. Bersenang-senang dengan uang yang bertumpuk-tumpuk, tapi lupa akan harga diri keluarga kita.”
            Aku cuma menganggap ini adalah protes anak-anak yang tidak tahu uang lebih berharga dari pada harga diri. Kebodohan anak-anakku dikarenakan aku ajarkan mereka tentang harga diri waktu kecil itu diutamakan. Saat mereka yakin sekali dengan kebenarannya tentang harga diri lebih berharga dari pada harta, mereka memberontakku.
Ingatlah anak-anakku itu hanya pelajaran atau pengetahuan yang hanya menjadi pengetahuan kognitifnya. Suatu saat kalian akan menghianatinya. Aku juga dulu diajarkan untuk menghargai diri sendiri, diajari mencintai diri sendiri, tapi seiring aku dewasa itu hanya sebatas pengetahuan. Sistem kekeluargaan yang dibangun dalam keluarga besar kita adalah penghianatan dari kakek nenek kalian. Walaupun diantara kakek nenek kalian mempertahankan harga diri mereka terkalahkan oleh sistem yang dibangun. Kakek nenek kalian yang baik lebih banyak diam.
Kalau kalian mau wahai anak-anakku untuk memperbaiki ibu kalian, keluarga kalian. Kalian harus berjuang lebih keras, punya tekad lebih keras untuk mengalahkan keburukan yang aku bangun.
Apa kalian kira bapak mu ini senang melacurkan ibu kalian? Tentu aku jawab tidak. Aku sangat membencinya, aku sangat mengutuknya. Tapi ada ancaman diluar itu, nenek kakek kalian yang jahat telah menumpuk hutang yang tak bisa saya bayar sehingga aku melacurkan keindahan ibu kalian.
Kalian wahai anak-anakku. Jika kalian memang benar-benar mau memperbaiki harga diri ibu kalian, keluarga kita ini maka sejak sekarang harus mandiri, berani berkorban waktu, singkirkan waktu tidur untuk jerih payah memikirkan solusi dan perjuangan kalian. Bapak kalian ini, yakin kalian akan bisa membangun harga diri ibu kalian dan keluarga kita.
Jangan biarkan ibumu dilacurkan oleh diriku. Dan jangan sampai kalian menikmati pelacuran itu.
Anak-anakku kalian pahami ini sebagai penjajahan saja. Mereka yang menikmati tubuh ibu kalian adalah penjajahan kepada keluarga kita. Walaupun yang terjadi sebenarnya adalah pelacuran atas ibu kalian, yang terjadi yaitu transaksi pelacuran antara yang dilacurkan dengan yang menggunakannya.

Ibu kalian mengatakan “yang terjadi saat ini adalah aku sedang dolacurkan, dijual harga diriku, diperkosa, dibuka bajuku, dieksploitasi isiku, pegununganku dihisap. Yang menikmati tubuhku bukanlah yang kalian percaya sebagai bapak dan juga bukan kalian yang menikmatinya. Bapak kalian dan kalian wahai anak-anakku hanya mendapatkan sisanya. Perjuangkanlah harga diri ibu dan keluarga kita.”

Senin, 15 Januari 2018

Tuhan Maha Mesra

KAMARUDIN
 Engkau itu kok nyindirnya mesra Tuhan. Engkau begitu baik menyindirku Tuhan. Tanpa menyakiti, tapi cara Mu menyenangkanku. Engkau memang Yang Maha Menyenangkan, Yang Maha Mesra, Engkau Yang Maha Baik. Aku ingin mengikuti cara Mu.
          
Mukyun berpuisi dalam remrem (pakai vocal kembang). Ia menikmati setiap penggalan kalimatnya. Duduk dengan beralaskan tikar berwarna biru yang ia sangat sukai.

            “Kamu kenapa Yuk.” Segi datang menghampiri Mukyun.

            Mukyun bercerita dengan nada ingin menyenangkan sahabatnya. “Hari ini aku menemukan peristiwa yang membuatku malu sekaligus senang.”

            “Malunya dimana? Senangnya dimana?”

            “Malunya, kamu mendengarkan ku berpuisi. Senangnya ketika Tuhan menyindirku. Tadi siang saat aku sholat Dzuhur di Masjid seorang bapak-bapak melantunkan sholawat dengan suara yang ikhlas, enak banget didengar. Karena itu aku merasa di sindir sama Tuhan. Mukyun kamu kok gak sholawatan.

            Isya’ tadi seorang pemuda seumaranku, wah sholatnya dia sangat khusyuk. Pemuda itu meneteskan air mata keikhlasan di hadapan Tuhan. Walaupun saat itu Tuhan tidak terlihat di hadapannya. Tapi pasti si pemuda itu sangat merasakan kehadiran Tuhan di hadapannya. Eh terus membatin semoga orang disampingku ini diampuni segala dosanya, disucikan dirinya, disucikan hatinya.”

            “Semoga kamu bisa seperti mereka ya Yuk.”

            “Oke Segi.”[]

Yogya, 15 Januari 2018
             

            

Minggu, 14 Januari 2018

Pakir dan Miskin Pengetahuan

KAMARUDIN

            “Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah maha mengetahui segala isi hati.” (Q.S At-Tagabun, 4) Itulah yang Tuhan nyatakan kepada kita semua. Bagaimana kita bersembunyi dari alam ini, jika yang kita sembunyikan dalam diri kita diketahui oleh Tuhan. PengetahuanNya meliputi apa yang kita tahu dan apa yang tidak kita tahu.
Diseberang hutan, lautan, pegunungan, yang berada di langit, Tuhan mengetahuinya. Sedang kita tidak tahu. Tuhan tau apa yang akan terjadi besok, sedang kita tidak tahu. Jadi tuhan tahu yang kita rahasiakan, sedang kita tidak tahu apa yang Tuhan rahasiakan.

Tidak ada yang dapat kita rahasiakan. Sebenarnya memang iya. Kita tidak bisa merahasiakan apapun dari pandangan Tuhan. Keburukan yang kita lakukan tentu Tuhan tahu. Kebencian kita, tentu Tuhan tahu. Tuhan tahu segalanya.

Tuhan tahu maksud yang saya nyatakan dengan yang saya rahasiakan. Walaupun yang saya nyatakan adalah tidak sesuai dengan apa yang ada dalam hati (yang dirahasiakan) Tuhan tahu. Bahwa yang saya katakana adalah kebohongan. Kedustaan.  

Tuhan mengetahui apa yang ada dalam hati. Jika saya berbuat kebaikan hanya karena ingin pujian dari orang lain, maka Tuhan tahu itu bukan ibadah (mengabdi kepadaNya), tapi ibadah kepada yang lainnya. Orang soleh yang menampakkan kebaikan karena Allah, sungguh itu adalah ibadah kepada Tuhan. Semoga kebaikan yang kita lakukan karena tujuannya kita rido-kan kepada Allah dan Allah meridokannya kepada kita.

Yogya, 6 Januari 2018

Sabtu, 13 Januari 2018

PASTI YANG TIDAK PASTI

KAMARUDIN

Aku menikmati kopi Nescafe (bukan sponsor) yang diberikan oleh mas Tomo (bukan nama samaran). “Yang kita cari di dunia ini adalah ketidak pastain, ketidak pastian nasib, ketik pastian jodoh, ketidak pastian besok jadi apa. Oleh karena itu, jangan memastikan apa yang belum kamu lakukan, jangan pastikan sesuatu yang belum pasti, jangan pastikan ke-akan-an karena itu belum terjadi, pokoknya jangan memastikan karena sesuatu itu belum pasti.” Amang menyeru ke teman Goibnya.
            “Lah terus apa yang dapat kita pastikan?” Goib penasaran.
            “Tidak ada. Eh kamu tahu tidak akhir-akhir ini ada yang menyatakan bahwa orang yang berbuat salah (menurut kebenaran dia) Ia memastikan bahwa orang yang salah akan berada di Nar. Padahal itu kekuasaan Tuhan.”
            “Mang aku itu tanya ke kamu. Apa yang pasti di diri kita?”
            “Aku harus jawab?”
            “Ya.” Goib menginginkan.
            “Besok saya janji dengan teman saya dan kami berdua memastikan akan bertemy dengan kesepakatan yang kami buat. Tapi kepastian yang aku buat itu belum pasti. Itu namanya pasti yang tidak pasti.” Amang mengawali.
            “Terus yang pasti itu apa? Terus pasti yang tidak pasti itu apa?”
            “Kita selama ini mencari yang pasti dalam hidup. Kita selama ini kebingungan mencari kepastian, bahkan mati-matian mencari yang pasti. Padahal yang pasti itu tidak perlu dicari. Yang pasti dalam di diri kita adalah mati. Kemudian pasti yang tidak pasti itu adalah yang kita janjikan kepada orang lain, sering kita mengatakan kita pasti akan datang. Belum melakukan saja sudah memastikan. Sesuatu yang akan kita lakukan itu semuanya belum pasti, kecuali kematian.”

            “Jos. Jos.” []

NB : Artikel ini telah diubah judulnya, dari Kopi Nescafe ke Pasti yang tidak pasti

Jumat, 12 Januari 2018

BUKAN MASALAH PERBUATAN INTIMNYA

KAMARUDIN

Sidang dibuka dengan pernyataan yang diberikan oleh pemimpin sidang Dewan Perwakilan Hewan. “Sekelompok hewan di sebuah hutan sangat getol mengampanyekan anti berbuat intim diluar hubungan resmi hewani. Jika ditemukan pasangan yang melakukan perbuatan intim di luar hubungan resmi hewani maka akan dibuka aib mereka di media social hewani. Mereka menamainya Tangkap, Pamerkan, Laporkan.
Sontak beberapa kelompok hewan yang menyetujui hal itu, ada juga yang menolak dengan alasan mereka. Menurut sekelompok ayam yang sering gonta-ganti pasangan. “Ini tidak baik. Karena bukan masalah perbuatan intimnya, tapi masalah aib hewani. Menurut ayam ini adalah pelanggaran hak hewani.”
Sedangkan kelompok gagak mengatakan. “Bahwa ini tidak berimbang. Kalau mau menghindari perbuatan intim diluar hubungan hewani maka kita harus berusaha untuk memperbaiki anak-anak cucu kita, bukannya menunjukkan kebobrokan akhlak hewani. Goblok!”
Tetua hutan dari salah satu Singa mengatakan. “Anak-anak kita ini mau menyebarkan porno grafi dengan objek hewan lain, juga akan membuka aib orang lain. Menurut tetua kita dulu membuka aib ataupun memamerkan keburukan hewan lain itu adalah sesuatu yang tidak baik. Walaupun tujuannya adalah mencegah perbuatan mungkar, tidak akan baik hasilnya jika dengan cara kemungkaran. Kalau konsep tetua kita dulu mencegah kemungkaran itu harus dengan bijak, harus dengan kebaikan, bukan dengan mejelekkan hewan lain.”
Sidang kehewanan itu berlangsung cukup lama. Namun berjalan dengan arif dan lancar. Setiap perwakilan masing-masing Dewan Perwakilan Hewan dari setiap partai saling berendah hati. Tidak egois.
Pemimpin sidang akan melanjutkan sidang pada hari selanjutnya untuk menemukan kesepakatan yang tepat.

Jogja, 02 Januari 2018

Kamis, 11 Januari 2018

Sampaikanlah Dengan Bijak Tanpa Menyalahkan

KAMARUDIN

Saya sangat mengagumi teman saya yang memberikan nasihat yang membantu memperbaiki diri. Tapi temanku ini Goib (dan kusebut dia Goib) sangat peduli kepada diriku. Ia bekerja untukku dalam menyumbangkan ide dan gagasan keilmuannya di setiap waktu memberikan istilah, pemahaman, dan kebaikan.
Dalam momentum lain dia datang dengan cara berbeda. Ia menggugatku terkait caraku menyampaikan pesan kebaikan yang tidak dengan kebaikan. Ia mewujudkan diri atau dia hanya mampir sebentar meminjam salah satu temanku. Goib benar-benar menyayangkan caraku.
“Mang, untuk menunjukkan kebenaran yang ada dalam dirimu. Kamu jangan sampai menunjukkan kesalahan (yang menurut dirimu) ada dalam orang lain. Sampaikanlah dengan bijak, kebaikan saja. Tanpa menyalahkan.” Goib menyampaikan.
Jlebb. Mengena.
Tapi jujur aku bingung cara menyampaikan pesan dengan baik? Sampai saat ini aku belum mencoba cara yang lain untuk menyampaikan pesan yang ia sampaikan. Kali ini aku benar-benar tidak dimanjakan olehnya.
“Goib ada saja caramu memberikan pesan kebaikan padaku.” Aku nyeletuk tengah malam itu. Aku menikmati cara-caranya dan aku sangat berterimakasih kepadanya atas jasanya kepadaku.



Rabu, 10 Januari 2018

Manusia Itu Hanya Wayang

KAMARUDIN

Sudahku Al-Fatihah-kan jiwa dan tubuhku untuk tidur. Tiba-tiba Goib datang memberitahuku. Seperti biasa, dari pada aku lupa dengan pemberitahuannya aku bangun membuka alat tulisku.
“Kita hanya wayang. Kita ini benda, iya benar-benar benda. Benar-benar wayang yang tidak memiliki apa-apa. Kita tidak mutlak, tidak memiliki kebenaran mutlak, harta mutlak, dan kita ini akan menjadi seonggok benda yang akan diantarkan ke tanah lalu di kubur. Saat itu tamatlah kita.” Dia memindahkan gelas (berisi air minum) di sampingku dan memberikannya kepadaku. Sekejap kemudian aku minum.

Ia melanjutkan. “Ketika kita tamat maka keluarga sudah tidak ada, harta tidak bisa dikubur, kekuasaan atau jabatan tidak bisa digunakan lagi, kreativitas sudah putus, semua yang kita banggakan lenyap. Iya karena kita memang benar-benar benda, wayang.

Kita di dunia ini ibarat burung yang terbang kesana kemari. Terbang dari ranting. Mengepakkan sayap, terbang tinggi, tebang melewati dunia, benua, toh pada saatnya mencari ranting untuk hinggap lagi. Berjuta keindahan yang kita nikmati dan kemewahan yang kita gunakan. Itu hanya benda yang sama dengan kita. Mobil, rumah, laptop, dan kita adalah benda. Bukan apa-apa.

Kelebihan kita dari benda lainnya memang sudah ditakdirkan. Tetapi kelebihan kita dari benda yang lainnya itu mau diarahkan kemana? Tergantung arahnya kalau ke dalam kebaikan, maka akan baiklah kita sebagai benda, akan bermanfaat bagi benda lainnya. Nah yang kita bawa ketika kembali ke empat hinggap abadi kita adalah kebaikannya.

Kalau harta, kebenaran, ilmu kita gunakan untuk kebaikan maka kebaikannya-lah yang kita bawa. Bukan bendanya. Begitu juga kita, yang kembali adalah ruhnya bukan bendanya (fisiknya). Kalau ruh kita mengarahkan benda (badan/fisik) kita dalam kebaikan maka kebaikannyalah yang akan kita bawa. Bukan fisik yang tinggi, pendek, gendut, kurus, ganteng itu akan tidak penting lagi kalau kita menghinggap di tempat terakhir.[]



Jumat, 05 Januari 2018

BAHWA YANG KALIAN TIRU ADALAH KEHIDUPAN INDUVIDUALISME

KAMARUDIN
“Ah kalian salah memilih, salah mencontoh, salah mengikuti. Bahkan kalian itu tidak tahu siapa yang harus kalian ikuti dan siapa yang harus tidak diikuti. Kalian hanya modal tiru-tiruan tanpa mempunyai panduan dan acuan. Akal kalian sudah tidak kalian fungsikan lagi. Diri kalian sudah tidak ada, kalian tidak memiliki jati diri lagi sebagai manusia bahkan makhluk. Bagaimana nanti kalian akan menjadi abdullah dan khalifatullah, kalau saja kalian terlepas dari dirimu?” Wisnu menyesalkan semua sikap wayang-wayang lainnya.
Finung menaikkan sang Panji kedepan layar pewayangan. Mulai menancapkan patokan di debong pisang. Panji berdiri tegak. Finung mulai mengetuk.
 Panji melanjutkan kalimat yang disampaikan oleh Wisnu. “Negara yang kalian tiru adalah negara yang terus mengacungkan jari tengahnya kepada saudara-saudara kalian, memusihi saudara-suadara kalian, menindas saudara kalian. Selama ini kalian salah meniru kehidupan. Yang kalian tiru adalah kehidupan materialis, histeria, dan individualisme-nya negara Amerika Serikat.”
Wayang-wayang kecil itu hanya tertunduk mendengarkan semua lontaran-lontaran kekesalan Panji dan Wisnu. “Maafkan kami Sepuh. Kami hanya wayang-wayang yang tidak tahu diri.” Salah satu dari mereka berdiri.
“Aku tahu kalian hanya korban dari sistem. Tapi aku minta kepada kalian semua untuk selalu tetap bertahan pada diri kalian. Jangan sampai mengikuti keinginan kalian saja.” Bima dari belakang menyusul.
“Aku akan memberi tahukan kepada kalian semua. Bahwa yang kalian tiru adalah kehidupan individualisme. Kehidupan yang mementingkan hidup sendiri. Kalian ingin terlihat dan ingin dinyatakan hidup dengan rela membunuh orang lain. Kalian ingin dikatakan ada, kalian rela meniadakan orang lain. Kalian ingin dinyatakan kaya, kalian rela merampas tanah dan harta orang lain. Itu sangat sungguh kejam.” Wisnu terus bergerak dilayar.
Sang dalang menjeda sejenak mengambil kopi suguhan dari tuan rumah.
Wisnu mengangkat tangannya. Ia melanjutan, “Negara Amerika yang kalian anggap maju, makmur, dan kaya. Kalian menirunya, mendambakannya. Padahal mata kalian itu terbuka lebar, tapi mata kalian itu hanya fokus kepada materi. Kalian mendambakan materialisme-nya Amerika. Negara yang menindas saudara kita di Palestina, Amerika membuka peluang kekejaman, kezaliman. Kalian dengan jelas melihatnya. Tapi kalian masih saja meniru materialismenya. Karena materialisme hidup membuat kalian buta akan kekejaman yang mereka lakukan.”
“Kalian berkoar-koar di dunia sebelah (media sosial) dengan kata-kata pembelaan untuk Palestina. Tapi cara hidup, berpikir, bertindak kalian sama saja seperti negara penindas itu.” Giliran Panji berpindah ke depan Wisnu.
            “Maaf Panji. Aku izin berbicara mungkin agak lama.” Bima meminta. Panji mundur ke belakang.

            Panji mengajak semua wayang-wayang fokus. “Ini pesan saya untuk kita semua wayang. Kalian perlu mempunyai patokan hidup, perlu punya panutan dalam diri kalian agar berhenti memuja materialisme. Agar berhenti meniru kehidupan materialisme yang menindas saudara kalian.”[]

Kamis, 04 Januari 2018

Nikmatilah Senyum Dari Gadis-gadis Tanah Air Indonesia

KAMARUDIN
Saya perkenalkan mereka teman-teman saya. Yang di depan adalah diri saya, kemudian di belakang sayang Dea, Us, dan Odi
Kamu lihat tuh senyum mereka ber-empat. Mereka adalah putra-putri tanah air Indonesia. Terutama nikmatilah senyum Dea dan Us, kalau Maru dan Odi jangan di nikmati.

Di sebuah tanah air yang tidak punya nama. Senyum nggak boleh, apalagi untuk ngomingin orang, nggosipin orang itu tidak ada. Bukan  karena mereka itu tidak ingin senyum, bukanya orang tersebut tidak ingin nggosip. Itu dikarenakan mereka punya batas untuk menggunakan mulutnya.

Syukurlah di negara kita ini bisa menikmati senyum dari siapapun. Bisa nikmatin senyum dari mbak-mbak cantik. Duduk santai menikmati segelas kopi, tiba-tiba mbak-mbak lewat memberikan senyuman. Oh nikmatnya hidup di tanah Indonesia.

Kita juga bebas senyum kepada siapapun. Balas senyuman mbak-mbak cantik juga sangat di anjurkan bagi kamu yang cowok. Siapa tahu itu jodohmu. Dari senyum turun ke hati, sah di pelaminan.

Maka dari itu untuk membentuk keindahan marilah tersenyum kepada siapapun. Senyum adalah tanda hormat, menghargai siapapun.

Indonesia adalah bangsa yang hebat luar biasa. Orang sangat mudah tersenyum. Orang-orang itu tersenyum dengan rasa kemanusiaan, rasa kecintaan, rasa kasih, rasa yang benar-benar berbagi kebahagiaan.


Indonesia memang luar biasa. Gelandangan (termasuk yang menulis ini), orang jalanan, yang punya utang sana-sini masih bisa tersenyum. Tidak perlu punya duit banyak untuk senyum bahagia. Karena kebahagiaan ada pada ruh, bukan materi. Bahagia ada dalam diri sendiri. Jika melihat orang kesulitan bantu dia, walaupun hanya dengan senyum. Tapi benar-benar senyum. Itu sedikit membantu dia membuka pikiran dan hati. 

Rabu, 03 Januari 2018

Anak-anak Sekarang Tidak Butuh Halaman Untuk Bermain

KAMARUDIN

Anak-anak sekarang tidak butuh halaman untuk bermain. Tidak butuh teman bermain. Anak-anak sekarang cukup duduk di kursi sambil makan, mereka bisa bermain. Energinya yang melebihi orang dewasa sia-sia tidak di pakai.

Mereka tidak tahu cara hidup dengan orang lain. Kehilangan jiwa kebersamaannya. Di sekolah seharian suntuk belajar mengejar prestasi. Di rumah sibuk untuk merebut kemenangan dalam games (permainan). Mereka hanya mengerti harus mengalahkan orang lain, menindas, agar mereka bisa berdiri hidup dengan kemenangan. Tidak ada dalam diri mereka untuk menang bersama-sama.

Kemana anak-anak itu bermain?

Mereka bermain di dalam kamar mereka sendiri, teriak sendiri, mereka hidup dengan sebuah teknologi. Mereka bermain dengan teknologinya.

Apa mereka tahu permainan seperti petak umpet, gobak sodor, gasing, kelereng?

Aku tidak tahu. Mungkin kamu tanya mereka masing-masing.[]


Jogja 27 Desember 2017

Selasa, 02 Januari 2018

Kita Itu Miskin Kebutuhan, Miskin Pengetahuan Kebutuhan, Bahkan Kita Benar-benar Fakir

KAMARUDIN
Gunung Gajah, Purworejo

“Jalan-jalan membludak dengan kendaraan, manusia, terompet, dipuncak pergantian tahun kembang api diletupkan ke bawah langit atas bumi. Mereka yang datang mengaguminya. Itu kalau di jalan-jalan, bagaimana dengan pusat perbelanjaan. Mereka berlomba-lomba potong harga murah, malam itu menjadi pesta hedonisme. Pemuja barang.” Amang menyadari perkataannya frontal tidak di control asal mental.

“Kita itu miskin kebutuhan, miskin pengetahuan kebutuhan, bahkan kita benar-benar fakir. Enggak punya kekayaan. Itu yang membuat kita mudah kagum, menghabiskan uang tanpa mempertimbangkan barang yang dibeli termasuk dalam kebutuhan atau tidak. Kita sangat miskin pengetahuan kebutuhan.” Segi masuk menedah rangkain kata.

“Kita ini tidak hanya miskin pengetahuan, kita benar-benar miskin disegala hal.

“Maksudmu?"

“Tapi miskin kaya itu tidak menjadi masalah yang penting kita mampu bertahan pada Tuhan atau tidak. Banyak orang yang tidak fakir mereka malah mendustakan rezekinya. Banyak orang yang fakir selalu mensyukuri setiap rezeki yang diberikan Tuhan. Hidupkan bukan untuk bertahan hidup tapi untuk bertahan kepada Tuhan, itu tujuannya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu bersyukur. Ohya bahkan kita semua ini miskin secara materi di hadapan Tuhan bahkan di segala hal kita miskin di hadapanNya. Tidak ada yang bisa mendeklarasikan kekayaan di depan Tuhan.”

“Oh itu maksudmu. Mungkin orang-orang fakir seperti kita ini dekat dengan Tuhan ya?”

“Kamu kok ge-er banget. Kan tadi sudah saya bilang hidup itu bukan untuk bertahan hidup. Mau kaya mau miskin, bukan pada pada kaya dan miskinnya, tapi bagaiaman kita bertahan kepada Tuhan? Apakah kita berdusta atau bersyukur dengan kaya atau miskin kita? Kalau kamu selalu bersyukur dalam kedaan fakir maka itu menandakan kamu bertahan kepada Tuhan. Maka itulah kehidupan yang baik untukmu. Sekarang kamu tinggal pilih mau kaya tapi tidak bersyukur, atau mau fakir tapi tetap bersyukur?”

“Ya kedua-duanya dong, kaya tetap bersyukur.”

By the way apa hubungannya dengan perenungan malam tahun baru.” Amang terlupakan dengan awalanya.

“Malam tahun baru adalah gambaran kita saat ini yang miskin pengetahuan, miskin hiburan, miskin kebahagiaan, bahkan miskin harga diri. Kita itu mudah tergelincir oleh godaan materil, kita merelakan diri kita tidak menghargai kebahagiaan yang telah ada dalam diri kita.”

Senin, 01 Januari 2018

Aku Bercita-cita Dimanfaatkan Oleh Kamu

KAMARUDIN
Lombok

Saya sangat lupa nama pantai tersebut. Pantai itu ada di Lombok Tengah. Pantai itu saya lihat sebagai keindahan yang Kamu pancarkan.

“Mengapa kamu rela menulis? Padahal tidak ada yang membayarmu untuk itu.” Amang bertanya kepada dirinya.

Tiba-tiba Amang yang lain menjawab. “Menulis itu bukan tujuannya dijadikan profesi. Kalau menulis dijadikan profesi, maka kemungkinan besar yang saya tulis tidak dapat dipercaya dan hanya menjadi sampah.”

“Terus untuk apa?”

“Menulis itu untuk memberikan orang lain cara berpikir, membuka wawasannya, kalau kata orang soleh tujuannya bisa ibadah, bentuk pengabdiannya. Tapi aku melihat bahwa menulis itu untuk mengabdikan diri dan mengabadikan diri.”

“Apa kamu tidak mau menjadi penulis terkenal, bisa jalan-jalan kemana-mana, bisa memberikan seminar cara menulis yang baik.”

“Aku bukan yang itu. Aku adalah pada diri yang mengabdi dan abdi. Bukan untuk mempopulerkan diri, lebih baik saya mempopulerkan orang lain. Kalau menulis untuk tujuan mencari kepopuleran aku akan berhenti menulis. Buat apa menulis kalau tujuan saya agar terkenal, tapi tak memberi manfaat. Tujuan saya menulis ya untuk berbagi kemanfaatan, atau bisa yang paling tinggi adalah aku bercita-cita dimanfaatkan oleh yang punya ilmu.”[]

Coprights @ 2016, Blogger Template Dibuat oleh Templateism | Templatelib