Rabu, 30 Agustus 2017

Nikmat Mana Yang Harus Aku Dustakan?

KAMARUDIN

"Uh sejuknya siang-siang tanpa minuman dingin." Aku mulai memancing.

"Dingin apanya goblok... goblok..."

"Dingin men-Dingin-nya siang ini menjadi dingin." Kupermainkan mainan yang aku suka.

Adikku cuma merengeh tak peduli. Tidak mau tahu. Tidak mau goblok bareng sama aku. Dia maunya pintar, mungkin dia juga merasa pintar. Padahal dia cuma tahu. Untung aku goblok dan banyak basinya.

Nikmat mana yang harus aku dustakan? Tidak ada. Semua nikmat harus aku nikmati. Semuanya toh nikmat juga. Tidak ada pengecualian. Hanya saja kesempitan cara memandang dan ketidak mampuan untuk menempatkan suatu nikmat menjadi tidak nikmat. Untung aku goblok jadi bisa menikmati.

"Amang. Mau kopi nggak?"

"Boleh." tumben nih baik. Biasanya tidak peduli.

"Saya masakin air dulu ya." adikku bergegas mengambil air di Slao.



Akhirnya kuputar lagu yang liriknya lumayan egois. Tidak ada klaim atas aku, lagu ini dipopulerkan oleh Captain Jack.


Selasa, 29 Agustus 2017

Permainan Tidak Untuk Dimain-mainkan

KAMARUDIN

Alah teringat lagi dengan pertanyaanku tadi pagi. Padahal aku ingin berbagi pikiran pada adikku tentang sebuah konteks kehidupan. Dimana saat ini orang mengira yang manis itu selalu gula. 

Iya itu adalah sebuah analogi untuk menggambarkan kehidupan saat ini. Kehidupan yang penuh dengan kesempitan. Kesempitan cara memandang, kesempitan dalam bergaul, sempit dalam mencari kebahagiaan atau bahkan tidak tahu makna kebahagiaan itu.

"eh, kamu kok nglamun saja sore-sore." Segi menepuk pundakku dari belakang.

"Tidak. Aku tidak melalmun." 

"Ayo kita pergi main." 

"Tapi jangan main-main dengan permaianan. Karena pemainan dunia harus dimainkan dengan serius, strategi yang matang, mengukur kemungkinan." Aku berkelakar.

"Apa sih?"

"Lupakan ayo kita pergi langsung."

Kami berdua langsung cussss. Tanpa permisi.

Senin, 28 Agustus 2017

Daun Pun Mengabdi Kepada Sang Pencipta

KAMARUDIN

Pagi itu mendung. Seekor ulat bergelantungan memanjat pohon teh menuju pucuk tertinggi. Ia tak sengaja mendengar curhatan daun pada sang matahari.

Aku mengabdi pada penciptaku. Jika aku diminta tumbuh maka aku akan tumbuh. Tumbuhku tak pernah aku hawatirkan akan tidak bertahannya aku. Kalau sang penciptaku meminta kau tumbuh maka sejak itu Ia telah menjamin kehidupanku. Memang aku tidak bisa mencari sendiri keberadaan jaminan hidupku. Aku hanya yakin sang penciptaku telah menjamin hidupku. Maka aku akan abdikan diriku untukNya. Jika aku lebih bermanfaat dimakan oleh makhluk lain, aku akan siap mengorbankan diri. Karena tidak lain pengabdianku ini hanya kepada Sang Penciptalah.

Matahari yang selalu memberi manfaat kepada daun sejenak merenung.  "Aku mungkin tidak pernah tahu kamu memakai cahayaku yang ku sinarkan ke Bumi. Tapi aku tidak tahu dari mana asal cahayaku ini. Aku tidak percaya seperti ini adanya."

Matahari dan Daun bercengkrama dalam pengabdian satu sama lainnya. Hanya saja mereka berbeda cara mengabdikan diri. Mereka sama-sama mengabdikan diri pada penciptanya.

Ulat tak kuat menahan sedihnya. Ulat menugaskan dirinya untuk encari bagaimana ia dapat bermanfaat bagi makhluk lainnya.



Merasa Goblok Adalah Jalan Menuju Tak Goblok

KAMARUDIN
Kuserut kopi pagiku yang aku buat sendiri. Wah rasanya memang seperti kopi dan ada manisnya sedikit.

"Dek, apa kamu tahu apa yang membuat kopi ini ada rasa manisnya?" aku bertanya pada adikku.

"Kamu ini goblok atau mau goblok bareng?" ia menimpaliku.

"Ya kalau bisa kita goblok bareng-bareng saja." aku menawar.

"Maksudmu!"

"Kegiatan orang goblok adalah tidak mau goblok." aku memulai mengajak mencari.

"Jadi kamu memang benar-benar goblok?"

"Ya aku adalah manusia goblok dan terus mencari agar tidak goblok." Aku santai menarik kopi kemulutku.

Dia pergi tanpa basa basi karena tidak ingin mendengar aku yang terlalu basa dan basi. Terlalu basi untuk didengarkan. Ya... ku nikmati aja kopi pagiku. Pagiku jadi goblok.

Coprights @ 2016, Blogger Template Dibuat oleh Templateism | Templatelib