Kamis, 01 Februari 2018

Kekejaman dan Gagal Paham dalam Menyebarkan Kebenaran

KAMARUDIN

Pimpinan pondok pesantren di Kabupaten Bandung dianiaya seseorang yang tak dikenal identititasnya. Penganiayaan terjadi di dalam masjid pada sabtu (27/1), saat beliau sedang berdzikir.

Menurut saksi yang tidak rela disebutkan namanya menyatakan bahwa pelaku sempat mengatakan “ieu mah pinerakaeun, nu di dieu mah pinerakaeun kabeh.” Pelaku mengatakan ini mah di neraka, yang di sini neraka semua. Pelaku tersebut sambil menunjukkan amplifier alat pengeras suara.

Kejadian di atas sangat memprihatinkan batin saya, mungkin kita semua. Yang sangat memprihatinkan adalah sikap penganiayaan dan perkataan yang diucapkan pelaku.

Penganiayaan adalah kekejaman. Kita sepakat menganiaya seseorang bukanlah perilaku yang dapat dibenarkan dan sangat dilarang oleh hukum.

Terkadang perkataan kita lebih kejam dari pada menganiaya. Nu di dieu mah pinerakaeun, semua orang yang ada disana adalah orang-orang yang akan menghuni neraka. Jangan sampai kita mengatakan sesuatu yang menyakitkan orang lain apalagi menyatakan (bahkan memutuskan) bahwa orang yang berbeda dengan kita tempatnya adalah neraka. Padahal yang berhak memasukkan orang ke surga atau neraka adalah Tuhan.

Membenarkan diri sendiri. Ieu mah pinerakaeun, ini mah neraka. Jangan menganggap diri paling benar, karena yang memiliki kebenaran sejati itu hanyalah Tuhan. Inna robbaka huwa a’lamu biman dholla ‘an sabiilihii wa huwa a’lamu bilmuhtadiin. Hanya Tuhan yang lebih mengetahui siapa yang sesat, yang diberikan kebenaran, dan yang di berikan petunjuk. Maka kita tidak boleh membenarkan diri kita sendiri.

Kita harus bisa bertoleransi terhadap kebenaran orang lain. Kebenaran itu sifatnya relatif, selalu bergerak, bahkan kebenaran manusia belum tentu benar dihadapan Tuhan. Oleh karena itu, kita dituntut untuk menerima dan terbuka terhadap kebenaran orang lain.

Gagal paham dalam menyebarkan kebaikan atau kebenaran. Janganlah kita melakukan penyebaran kebenaran yang kita anggap baik atau benar dengan suatu yang kejam. Padahal agama mengajarkan kita untuk menyebarkan kebaikan dengan perilaku yang baik. Ud’u ilaa sabiili robbika bilhikmati wal-mau’izhotil hasanati wa jaadil-hum billati hiya hasan. Ajaklah manusia dengan hikmah kepada jalan Tuhanmu. Hikmah adalah intinya kebaikan, kalau saya mengatakannya adalah madunya kebaikan, ayat di atas tercantum dalam An-Nahl. Mengajarkan orang lain harus dengan kebaikan. Begitu juga jika kita berdebat dengan orang yang berbeda pemahaman dengan kita maka kita harus berbuat baik.

Belasan abad yang lalu Muhammad SAW mencontohkan saat beliau diminta oleh malaikat untuk mohon kepada Tuhan agar orang-orang yang berbeda -menghalangi beliau mengajak dalam berbuat kebaikan- dengan beliau disikat habis dan diratakan dengan tanah. Tapi dengan kebaikan beliau, menyatakan kalau aku melakukannya nanti siapa yang akan mengikuti kebaikan yang aku bawa. Maka kita harus berjamaah dalam kebaikan, berjamaah untuk memasuki surga milik Tuhan.

Perilaku berbuat kekejaman dalam hal ini adalah kekerasan fisik dan menjudge seseorang adalah sesuatu yang tidak baik. Dalam berkehidupan dengan orang yang berbeda maka kita harus bersikap memamunisiakan manusia, atau dengan yang paling rendah yaitu bersikap memakhlukkan orang lain.


Maksud memanusiakan ataupun memakhlukkan orang lain adalah jika kita adalah manusia ketika disakiti maka kita akan merasa sakit, nah bagaimana jika orang lain kita sakiti maka orang tersebut akan merasakan hal yang sama ketika kita disakiti. Begitulah yang dirasakan korban penganiayaan, semoga beliau diampuni dosanya dan semoga cepat disembuhkan. Oleh karena itu, tindakan menyakiti dan berbuat kejam terhadap orang lain sebaiknya kita hindari dalam perilaku kehidupan kita.

KAMARUDIN / Pengarang & Penulis

Biasa dipanggil Maru. Aktivitas sehari-harinya adalah mengajar, menulis, nonton sepak bola, dan membaca buku. Penyuka kopi. Selalu mencari kebenaran.

Coprights @ 2016, Blogger Template Dibuat oleh Templateism | Templatelib