Sambil minum Kotangsu. Eh ndelok arek wedok, ayu tenan. Cantik
sekali. Jilbabnya merah, wajahnya halus, tapi tiba-tiba wajah mulusnya hilang. Wajahnya
tak terlihat mulus lagi. Itu terjadi dalam hitungan detik. Tidak sampai lima
detik. Wajah manis dan mulusnya tak terlihat lagi halus dan ayu.
“bro kok wajah mbaknya
tidak terlihat mulus lagi?”
“Ya jelaslah kamu copot
kaca matamu,” Hani menjawab.
Aku tertawa. (kamu tertawa nggak?)
Wajah bukanlah sesuatu yang abadi selamanya, bahkan dalam hitungan detik pun itu akan bisa memudar. Contohnya seperti apa yang saya ceritakan di atas. Itu memang sangat sederhana, dan saya akui sangat sederhana. Itu bisa dibenarkan dan juga bisa disalahkan.
Kalau kita tidak bisa mengambil hikmah dari suatu peristiwa kecil, lalu bagaimana kita akan mengambil hikmah dari peristiwa yang besar. Mengambil hikmah dari cerita di atas adalah langkah kita untuk memahami peristiwa-peristiwa yang mungkin sama.
Sesuatu itu tidak akan pernah abadi. Begitu juga aku, aku tidak akan hidup selamanya. Memenuhi kehidupan dunia untuk selamanya pun tidak. Begitu juga hidup itu dinamis, selalu bergerak. Bunga yang kita pandang indah, mungkin saja pekan depan tidak indah, mungkin jika ditaruh di tempat yang berbeda akan menjadi tidak indah. Sesuatu itu juga tidak akan pernah abadi dalam ruang dan waktu yang berbeda.
oooooo
“Maru, buatin quotes
dong.” Hani meminta.
Aku ambil HPnya dan aku
tuliskan sebuah kalimat.
“Setan
saja enggak di sliding langsung sama
Tuhan. Lah kok koe ndelok wong salah
sitik. Langsung lo sliding.”
Hani memperlihatkan
status WA tersebut kepada si Damar.
“Ha itu bagus.” Ungkap
Damar sepakat.
“Ini tak tulis Maru 2018
ya.” Hani memintaku.
“Iya. Biar ada
pertanggungjawaban.”
Ia send.
Yogya,
18 February 2018