“Kemana para jamaahku. Kok hilang? Satupun tak muncul. Dulu mereka mengangkatku jadi imamnya, sekarang aku diminta pertanggung jawaban mereka menghilang. Jamaah yang tidak patuh pada imamnya.” Sesal sang imam.
Para jamaah imam itu dulu berjanji akan ikut selalu
menjaga kekuatan jamaah mereka. Saat imam diseret oleh pemberi hikmah yang
bijak, para jamaah kabur. Menolak disebut jamaahnya si imam. Bahkan imam di
ancam dirinya, keluarganya. Sekarang imampun sendirian harus mempertanggung
jawabkan perbuatannya kepada pemberi hikmah yang bijak.
Jamaahnya tak pernah terlihat lagi di permukaan imam,
satupun tidak ada.
“Mungkin mereka salah memilih berjamaah.” Celetuk makhluk
goib dari belakang memprotes aku saat menulis.
“Kamu tahu apa sih Goib, mungkin kamu menyembunyikan
jamaahnya. Untuk mengikutimu.”
“Aku tidak butuh jamaah Mang. Ku tidak butuh jamaah
munafik di depan imamnya. Katanya mereka berjamaah dalam perbuatan
meng-qorun-kan punya orang lain.”
“Kamu ngomong apalagi Goib.” Cetusku.
“Kamu goblok Mang.”
“Biarin.”
“Goblok. Diberi tahu malah sok tidak mau tahu.”
“Aku mau bertanya padamu Goib. Bagaimana jika kamu
ditinggalkan oleh jamaahmu, apakah kamu merasa kesepian, dikhianati atau
bagaimana?”
“Kamu itu salah tanya aku. Aku tidak mau urusan sama
dunia Mang.”
Goib meninggalkanku pergi lari terbirit-birit dari
bisikanku, tanpa ucapan selamat malam, atau selamat bingung. Dia begitu saja
lari.
“Kemana kau Goib?”[]
Bersambung…