Setelah
solat maghrib perutku menagih untuk makan. Krok… krok… krok… bunyi lambungku. Aku
injak saja kaki penghidup mesin motorku dan kutancapkan gas menuju warung makan
Alalo di jalan Glagahsari.
Walaupun
warung itu ditunjukkan di jalan Glagahsari. Sebenarnya warung Alalo tidak berada
di jalan Glagahsari. Tetapi di samping jalan Glagahsari. Kalau di jalan adanya
polisi tidur dan marka. Kalau yang di tengah jalan namanya pembatas jalur
antara kiri dan kanan. Jadi sesuatu yang kamu mendengar dari orang jangan mudah
percaya dan kamu perlu memikirkannya.
Motor
yang saya pakai ini tidak seperti motor biasanya, kalau motor keluaran dari
Londo ada CBR, Yamaaf ada Vixion, dan aku memakai keluaran dari Kawasaki. Merk
motornya adalah Iblis Coy dari Kawasaki, eh maksudku Awaksakik.
Sesampai
di warung Alalo, aku memarkir motor kebanggaanku yang keluarannya sangat
langka. Tempat parkir yang tidak datar alias miring. Membuatku harus
berkali-kali memastikan apakah Iblis Coy andalanku terparkir dengan baik atau
tidak. Disaat yang bersamaan terdengar suara seorang gadis di belakang aku.
“Nggak
jatuh kok. Nggak jatuh kok. Nggak jatuh kok.”
Berkali-kali
si gadis itu mengucapkan kalimat yang sama. Hingga aku merasa terpanggil untuk melihat
kebelakang.
Settt.
Dalam sekejap gadis itu mengucapkan kata terakhirnya dihadapan mataku. “Nggak
jatuh.” Ia mengucapkan sambil tangannya yang memegang kunci mengarah kedepan
mataku.
Aku
terpaku melihat gadis itu. Mulutku membisu. Tanganku tidak bergerak seketika.
Lima detik lamanya aku memandang matanya dan wajahnya yang calm. Aku tidak ingin lepas darinya. Hampir saja… namun.
Kemudian
aku meninggalkannya dan membuang muka. Tanpa mengucapkan secuil perkataan pada
gadis itu.
Aku
masuk ke dalam warung Alalo mengambil nasi, lauk, dan memesan minum es teh. Aku
memilih meja makan dan tak terlupa kursi tempat duduk. Aku meletakkan
makananku.
Aku
belum saja duduk dan menikmati makananku. Tiba-tiba ada yang membuat hatiku
harus tak nyaman dan berperang dengan aku.
“Gadis tadi mengatakan padaku bahwa
motorku nggak akan jatuh. Kemudian aku hanya memberikan ekspresi datar. Tanpa
ada ucapan sekatapun dari mulutku. Disatu sisi aku menyalahkan diriku. Kalau
aku tidak membalas sapaan gadis itu berarti aku salah. Disisi yang lain juga aku
harus menyapa kembali gadis itu.”
Kemudian
aku melihat kebelakang tempat aku memarkir motor. Ternyata dia, gadis calm dan
cantic itu masih ada di sana. Aku menghendaki diriku untuk menyapa gadis itu. Tapi
aku tidak tahu caranya.
Tapi kalau tidak maka aku telah mengecewakannya,
mengacanginya. Lumayan juga sih dia cantic untuk dilihat lagi wkwk.
Ah
aku nekat saja. Mboh, apa yang akan terjadi selanjutnya. Sepatuku melekat
dikakiku dan terdengar suara ketukan dari sepatuku. Tuk tik tak tik tuk, mirip
suara sepatu kuda ya?
Sett.
Aku di depan gadis itu. “Mbak.” Aku membuka pembicaraan.
“Iya
mas.” Mata gadis itu menatap penuh yakin.
Terbayang
wajahnya mengelilingi kepalaku akan dia.
“Tadi
sampain menyapa aku nggak?”
Mbaknya
tanpa ragu menyatakan dan penuh keyakinan. “Mboten mas. Tidak mas.”
Tett.
Aku langsung membuang muka dari gadis itu. Aku tinggalkan dia. Dan pertanyaan
“tadi sampaian menyapa aku nggak?” Adalah ucapan terkahir aku kepada gadis itu.
Aku kembali ke tempat dudukku dan langsung melahap makananku.